Home » Artikel » MENABUR KEBAIKAN, MENUAI BERKAH

MENABUR KEBAIKAN, MENUAI BERKAH

16 January 2014

unduhan (2)Jangan pernah berharap menjadi Malaikat, tetapi berharaplah menjadi orang baik. Harapan ini bukan sekedar imajinatif tetapi kenyatannya menunjukkan bahwa sesesat apapun manusia itu, dia pernah berbuat baik. Sayangnya kebanyakan manusia telah tersihir dengan pepatah yang menyesatkan : “Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya”. Pepatah sesat ini terkadang menular kepada orang-orang cerdas/ pintar, sehingga mendapatkan pembenarannya. Bahkan pepatah ini dianggap seperti hadist riwayat Bukhori-Muslim yang kualitas kebenarannya nyaris sempurna. Padahal kalaupun ini dianggap hadist, maka ia tergolong hadist munkar alias berita menyesatkan dan merusak. Betapa tidak? Mengikuti pepatah ini, kita didorong menjadi kufur ni’mah (mengingkari nikmat), yaitu sebagai orang yang selalu kufur atas segala nikmat, dan jauh dari perbuatan syukur. Selanjutnya terus menjadi manusia yang suka menghitung kesalahan orang lain, melupakan kesalahannya sendiri. Manusia seperti ini ibarat kata pepatah : “Kuman diseberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak”.

Kita harus menyadari seburuk apapun perbuatan seseorang, dia pasti dan pernah berbuat baik. Keburukannya kita katakan sebagai kesalahan, tetapi kebaikannya harus dihargai lebih baik karena dia telah berbuat benar karena kebaikan itu identik dengan kebenaran. Kesalahan pasti berakibat dosa jika tidak mendapat ampunan dari Yang Maha Kuasa. Tetapi kebaikan juga pasti mendatangkan pahala yang ujung-ujungnya membawa berkah. Persoalan kita adalah kapan menabur kebaikan, menuai berkah? Jawabnya adalah sepanjang hayat masih dikandung badan. Lantas kebaikan yang bagaimana yang bisa menuai berkah? Yaitu melakukan kebaikan secara tulus/ ikhlas, tidak mempunyai tujuan lain kecuali mencari Ridha Allah semata. Perhatikan firman Allah : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan mengeluarkan zakat dan demikian itulah agama yang lurus” (QS. Al-Bayyinah : 5). Biasanya orang seperti ini tidak akan mau memperdengarkan (sumah) kebaikan mereka. Apabila satu saat nanti ada orang lain yang pernah mereka tolong, lalu kemudian mendzalimi mereka, maka itupun tidak akan mereka mengungkapkan kembali kebaikan yang pernah dilakukan. Disilah berkahnya menjadi orang tulus, karena kebaikan selalu melekat pada diri dan menjadi milik mereka secara abadi. Kebaikan seperti inilah, mendatangkan kebahagiaan untuk mereka dihadapan manusia, terlebih dihadapan Yang Maha Kuasa. Hal-hal yang demikian itulah yang saya maksud sebagai menabur kebaikan, menuai berkah.

Manusia pada umumnya dan orang beriman pada khususnya harus menabur kebaikan supaya menuai berkah. Mengapa demikian? Karena berkah inilah yang mendatangkan kebahagiaan. Oleh karena itu bila kita bertanya apa artinya umur yang berkah? Maka jawabnya, umur yang memberi kebaikan dan bermanfaat bagi sesama. Harta yang berkah adalah harta yang diperoleh secara benar dan dibelanjakan pada jalan yang benar pula. Kekuasaan yang berkah adalah kekuasaan memberi kesejahteraan pada masyarakat. Ilmu yang berkah adalah ilmu yang bermanfaat bagi sesama alias cerdas dan mencerahkan. Perbuatan yang berkah adalah berbuat baik dan enggan sebaliknya. Begitulah seterusnya hidup dalam keberkahan bersama taburan-taburan kebaikan. Berkah seperti inilah yang disebut sebagai tak lekang kena panas, tak lapuk kena hujan. Dia eksis dalam diri manusia bahkan penolong buat manusia itu sendiri pada saat dimintai pertanggungan jawab oleh Allah SWT.

Memang berkah itu indah, berkah itu membahagiakan, dan berkah itu mencukupkan dan berkah itu menolak segala yang buruk. Sehingga orang bisa menikmati keindahan, kebahagiaan,, kecukupan serta menolak segala yang buruk itu hanyalah mereka yang berbuat kebaikan dengan tulus. Mereka tidak tergiur dengan segala kemewahan palsu lantaran sudah mencintai kebaikan sejati. Bagi mereka yang penting adalah : Radhiyallahu anhum waradhu anhu : Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya, yang demikian itu adalah balasan bagi orang yang takut kepada Tuhannya (QS. Al-Bayyinah : 8). Semoga Kita Bisa!

Artikel