Muhammadiyah Pakai Hati (Sebuah Catatan Ringan)
De facto Muhammadiyah terus melangkah maju menyambut kemajuan melintas batas zaman. Capaiannyapun boleh dikatakan spektakuler, baik dibidang dakwah, pendidikan, kesehatan, maupun unit-unit pelayanan sosial lainnya. Muhammadiyah dalam usianya seratus empat tahun dalam hitungan hijriyah tidak bisa lagi dipandang sebelah mata oleh pihak manapun. Kontribusi Muhammadiyah sangat signifikan terhadap pembangunan bangsa. Memandang Muhammadiyah dengan sinis hanyalah mereka yang tidak mau ada kemajuan di Negeri ini. Karena, buat mereka, kebodohan dan keterbelakangan ummat itu adalah lumbung logistik. Jadi, kalau ummat ini cerdas, maju tentunya berimbas pada pemikiran logis untuk selalu menimbang, memperhatikan, akhirnya memutuskan. Hal tersebut ini dipandang berbahaya dan akan mengurangi urusan logistik mereka. Karenanya setiap upaya maju yang dilakukan Muhammadiyah selalu dituding sebagai biang kerusakan. Katakanlah Muhammadiyah membangun masjid atau mushala disatu tempat yang juga ada masjid atau gereja di tempat tersebut. Muhammadiyah dalam gerakan dakwah ini selalu dituding memecah belah ummat dengan berbagai alasan. Demikian pula upaya-upaya Muhammadiyah lainnya. Ini aneh, tapi nyata, percaya atau tidak, itulah kenyataannya (belive or not it is the fact).
De jure Muhammadiyah berbadan hukum bahkan sebelum Indonesia merdeka, sehingga keberadaannya dijamin negara/konstitusi. Sebagai Ormas Islam yang berbadan hukum seharusnya diperlakukan sama dan adil sebagaimana Ormas-ormas Islam lainnya. Prinsip equlity before the law seharusnya ditegakkan dan dijunjung tinggi. Tetapi kenyataannya tidak seindah itu, bahkan atas nama kesamaan kedudukan dalam hukum, mereka melakukan berbagai kebijakan sampai pada ketentuan teknis untuk menzalimi Muhammadiyah. Lantas kitapun bertanya: hati apa yang dipakai untuk menyusun strategi yang menyudutkan Muhammadiyah tersebut? Kalau hati manusia yang bernama nurani (dua cahaya : iman dan akal), maka rasanya tidak mungkin timbul pemikiran kotor tersebut. Alhasil, itu terjadi dan nyata adanya dimasyarakat. Sehingga warga besar Muhammadiyah terheran-heran dan sedikit jengkel melihat prilaku kampungan tersebut dengan menghela nafas panjang.
Bermuhammadiyah dizaman sekarang ini tidak cukup dengan ratio semata, tetapi harus dengan hati-nurani. Karena dizaman ini semua yang logis sering dianggap merugikan. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu mereka mengerahkan kekuatan untuk meruntuhkan yang logis itu. Atau dengan terminologi jawa tersebut: wong gak waras, diarani waras, wong waras diarani gak waras. Persis seperti apa yang dikatakan Ki Joyoboyo: Zaman saiki zaman edan, sopo ora melu edan, gak bakal keduman. Sehingga Muhammadiyah identik dengan istilah seng waras ngalah.
Saya bersyukur warga persyarikatan mengurus kepentingan ummat melalui Muhammadiyah selalu menggunakan akal sehat dan hati nurani. Ini terbukti bahwa Muhammadiyah lebih suka dialog ketimbang konflik dalam menyelesaikan persoalan ummat. Muhammadiyah lebih suka mengalah untuk kemenangan masa depan dari pada beradu jotos. Hal tersebut membuktikan bahwa warga dan pimpinan Muhammadiyah selain menunjukkan kecerdasan dan kedewasaan mereka, juga melekatnya nurani dalam setiap sikap dan tindakan. Modal kemanusiaan (human capital) seperti ini sangat mahal harganya dan tidak bisa ditebus dengan dinar-dirham berapapun. Human capital ini merupakan poros gerakan Persyarikatan Muhammadiyah untuk kemajuan bangsa dan insya Allah warga dan pimpinan Muhammadiyah selalu menjaganya. Persoalan kita berikutnya adalah: Kapan wong gak waras itu dadi waras? Jawabnya menunggu hidayah Allah swt dan mau mendengar suara kebenaran Muhammadiyah. Kita terus berdoa semoga Allah swt selalu memberikan petunjuk kepada semuanya. Hanya persoalan mindset mereka Muhammadiyah bukan patner perjuangan, melainkan sebagai rifal. Merubah mindset seperti itu bukan persoalan mudah, karena ada yang memeliharanya/menjaganya. Jadi, hidayah Allah swt itulah yang paling pas untuk merubahnya: Dan itu sudah mulai terbukti hampir dimana-mana. Semula mereka membenci Muhammadiyah berikut warganya, sekarang berbalik mencintai Muhammadiyah dan menjadi garda terdepan sebagai pejuang Muhammadiyah. Hal seperti ini membuat kita semakin yakin bahwa hanya dengan petunjuk Allah swt semua dapat berubah. Akhirnya kita hanya dan bisa berdo’a: “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman: Ya Tuhan kami, sesunggunya Engkau Maha Penyantun Lagi Maha Penyayang” (QS: Al-Hasyr: 10). Semoga!…Amin
Post Comments